Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

<b></b>

Sabtu, 03 Juli 2010

Permintaan Calon Mertua yang Tidak Terduga...???

Sejak dikenalkan oleh temanku 1 bulan yang lalu, entah mengapa aku ingin segera mengetahui kondisi keluarganya. Ya hitung-hitung sebagai pendekatan kepada calon mertua. Aku tidak terlalu tau dimana rumah wanita yg aku inginkan menjadi calon istriku itu, tapi akhirnya ada salah satu temanku yang mau memberi tau alamat rumahnya.

Malam ini malam minggu, setelah sampai di depan rumahnya, aku pun dipersilahkan masuk. Setelah berbincang dan mengobrol santai dengan kedua orang tuanya, tibalah saatnya diriku untuk mengutarakan maksud kedatanganku kepada mereka. “Bapak dan Ibu, sebenarnya maksud kedatangan saya pada malam ini adalah untuk mengenal Nita, serta mengenal keluarganya lebih jauh” kataku dengan gemetar. “Selain dari itu, jika bapak dan Ibu merestui, saya beberapa satu bulan dari sekarang, berkeinginan melamarnya untuk hubungan yang jauh lebih serius yaitu pernikahan.

Aku pun bercerita, bahwa aku adalah seorang pegawai negeri biasa. Gajiku tidak seberapa. Mungkin 2 kali gaji supir mereka. Aku belum memiliki rumah, dan aku pun belum mempunyai tabungan yang cukup banyak untuk biaya pernikahan. Tapi aku janji, bahwa aku akan membahagiakan Nita.

Ayah dan Ibunya pun berkata,” nak, engkau sudah dewasa, sudah mengerti mana yang terbaik buat hidupmu. “Hidup tak hanya sekedar cinta”. Bahagia pun tak hanya membutuhkan cinta atau janji bahwa kau akan membahagiakan anak kami”.

Anak kami, Nita dari kecil tidak terbiasa hidup susah. Sehari-hari, lauk pauknya berganti-ganti dan beraneka jenis. Mulai dari Ayam, daging, cumi, udang, hingga beraneka ragam juz buah-buahan. Belum setiap minggu ia biasanya pergi ke SPA, GYM, atau salon kecantikan. Jika gajimu yang hanya seorang pegawai negeri sipil biasa, tak akan cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya kelak. Nita pun sudah terbiasa berpergian dengan menggunakan supir, lalu apakah dirimu mampu untuk membayar gaji supir kami atau minimal membelikan mobil untuknya…???

Aku pun hanya bisa menunduk. Ku tahan air mataku agar tak kelihatan cengeng di depan mereka. Lalu tiba-tiba kudengar dari depan rumah mereka ada seseorang yang mengucapkan salam dan hendak masuk. Ternyata setelah berkenalan ku ketahui bahwa ustadz muda itu adalah guru ngaji Ayah dan Ibunya Nita. Diriku sebenarnya sudah cukup kenal dengan ustadz muda itu, aku pernah berkenalan dengannya ketika sama-sama mengikuti kajian tafsir Al Qur’an di Masjid Agung daerahku.

Kedatangannya malam ini bukanlah hendak mengajari mereka membaca Al Qur’an seperti biasanya. Ustadz muda itu hanya ingin pamitan untuk melanjutkan studi S2 nya di Jakarta. Untuk itulah ustadz muda itu menyarankan kepada mereka untuk mencari guru ngaji yang baru.

Sambil melihatku, ustadz muda ini berkata,”pak ibu, kenapa tidak mengambil nak mas ini saja untuk mengajari bapak dan ibu mengaji”. Saya sering melihatnya mengikuti ta’lim atau kajian di Masjid Agung sini, ia juga kan seorang lulusan pondok pesantren Krapyak. Seharusnya nak mas ini bisa mengajari bapak dan ibu, lebih dari saya yang hanya seorang lulusan sarjana akuntansi.

Aku pun berkata kepada mereka,” banyak Pak, Bu, sebenarnya yang masih lebih fasih dan paham cara membaca Al Qur’an yang benar dibandingkan saya. Kalau mau nanti saya bisa tanyakan pada teman saya di pondok. Ustadz muda itu pun menasehati saya agar jangan terlalu merendah, dirinya tau bahwa saya adalah lulusan pondok tersebut dengan predikat sangat membanggakan. Dirinya juga tau, dulu sebelum menjadi PNS, saya lah yang mengajari anak-anak TPA di kampungnya membaca Al Qur’an.

Aku pun tidak bisa menolak, ku katakana pada orang tuanya Nita,”Pak ibu, jika bapak dan ibu berkenan, saya bisa mengajari bapak dan ibu membaca Al Qur’an. Saya melakukan ini ikhlas semata-mata mencari keridhoan Allah. Terlepas Bapak dan Ibu tidak merestui hubungan saya dan Nita untuk melanjutkan hingga ke pernikahan, saya tetap ikhlas.

Karena sudah larut malam, aku dan ustadz muda itu pun pamit. Sebelum meninggalkan gerbang rumah mereka, aku pun dipanggil lagi oleh ayah dan ibunya Nita,” Nak, datanglah Bulan depan bersama ayah dan Ibumu, kami hanya menginginkan mahar berupa keikhlasanmu untuk mengajarkan kami cara Membaca Al Qur’an yang benar. Soal harta dan bahagianya anak kami Nita, kami yakin Allah telah menuliskannya di dalam Lauhful mahfudz, kami hanya bisa mendoakan semoga anak berbakti sepertimu bisa membahagiakannya dunia akhirat.

Jumat, 25 Juni 2010

"Berawal dari Hati" with happy ending

Pak, sebenarnya pekerjaan bapak apa, apa tidak mengganggu kalau harus terapi seperti ini seminggu dua kali?”tanya Niera memecah keheningan. Aku pun menjawab,”saya pelayan masyarakat dok, tugas saya adalah mengurusi penerimaan negara dari sektor perpajakan”. Saya sudah ijin dengan atasan, untuk melakukan terapi ini. Habis dari sini, saya juga langsung berangkat ke kantor.”jawab saya sekenanya sambil terus terapi berjalan tanpa dibantu dengan tongkat.

Dok, sebenarnya dari logat bicara dokter, sepertinya bukan asli Jogja sini ya dok..? Ia pun menjawab sambil melihatku belajar berjalan tanpa tongkat,” iya pak, saya sebenarnya asli dari Kebumen, kebetulan saya kuliah di UGM dan pertama kali ditempatkan di rumah sakit ini. Orang tua saya asli dari sana pak, semua keluarga saya juga ada di sana.

Aku pun bertanya lagi,” apa dokter di sini tidak kangen dengan keluarga, apa tidak kangen dengan suami atau anak mungkin...? Kepalanya didongakkan ke atas, kulihat samar-samar, sepertinya mata nya mulai berkaca-kaca,” Ia pun berkata, “suami saya sudah meninggal setahun yang lalu, Ia meninggal dalam kecelakaan ketika hendak menyusul saya ke Jogja. Innalilahi wa inna ilaihi rajiun, maaf kan saya dok, saya tidak tau. Ternyata Allah menakdirkan hal yang sama untuk kita, orang yang paling kita cintai telah mendahului kita.

Terus aku pun bertanya lagi,”apa dokter tidak kesepian di Jogja sini, apa tidak mulai mencari pengganti. Saya rasa dokter masih muda, masa depan dokter masih terbentang luas ke-depan. Ia pun hanya diam, tidak menghiraukan pertanyaanku. Mungkin ia teringat dengan suaminya dulu yang sangat dicintainya. Aku pun tidak berani bertanya tanya lagi, meskipun sebenarnya dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku ingin sebenarnya menanyakan kepada dirinya apakah aku pantas menjadi pengganti suaminya dahulu...?

Setelah selesai terapi, akupun pamit padanya. Ia pun masih diam, tanpa ada satu kata pun yang terucap dari bibirnya. Tapi sebelum aku keluar dari pintu lab terapi, ia pun memanggilku,”pak, Jika ada orang yang baik hatinya dan berani melamarku di hadapan kedua orang tuaku seperti yang suamiku dulu lakukan, maka aku serahkan semuanya pada Allah (“maksudnya mungkin mengiyakan”)....Aku pun langsung berangkat ke kantor dengan taksi yang aku cegat di depan rumah sakit itu. Paling dari Rumah Sakit Sardjito ke KPP Pratama Wonosari memakan waktu 15 menit, dan biasanya ongkosnya pun cuma 20 ribu rupiah.

Tak terasa waktu cepat berlalu, jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aneh, lain dari biasanya, malam ini aku tidak dapat tidur. Di benakku masih terdapat suatu tanda tanya yang terus berputar,”Apakah artinya... kalau aku melamarnya di hadapan kedua orang tuanya, dia lantas mau menikah denganku...? Apakah ia mau menikah denganku...??? Apakah aku pantas menikah dengannya..?? pertanyaan-pertanyaan ini yang selalu berputar di kepalaku.

Aku pun kemudian solat istikharoh dan solat witir 3 rokaat. Tak lupa aku berdoa semoga Allah memberikan ku petunjuk untuk menemukan jodohku? Aku pun kemudian tidur dan bermimpi. Kulihat disana, almarhum ibuku datang dengan membawa oleh-oleh, ia menyuruhku untuk pergi berkunjung ke rumah kakekku yang kebetulan memang tempatnya ada di Prembun, salah satu daerah di Kebumen.

Setelah bangun dari mimpi, dan menunaikan solat subuh, aku pun memikirkan mimpi yang semalam tadi. Apakah berarti mimpi itu adalah ilham agar aku pergi ke kebumen untuk melamar Niera..? atau itu hanya sekedar mimpi biasa agar aku dapat menyambung silaturahmi dengan keluarga kakekku..?

Akhirnya aku putuskan bahwa aku akan pergi ke sana. Aku pikir tak ada salahnya jika besok aku kesana. Sambil silaturahmi ke rumah kakekku, aku pikir tak ada salahnya aku juga silaturahmi ke orang tuanya Niera. Mumpung besok, adalah hari sabtu dan minggu, hari libur yang cocok buat berpergian jauh.

Akhirnya saat yang ditunggu pun tiba, Sabtu pagi ini, aku pun berangkat ke Kebumen. Jarak dari Jogja ke Kebumen memang tidaklah terlalu jauh. Hanya 2 jam kalau naek bis dari Pasar Gamping Jogja ke terminal Prembun. Dari Prembun ke Pasar Ngaran pun bisa naek becak, cukup bayar 5 ribu saja untuk sampai ke rumah calon mertuanya itu.

Setelah tiba di rumah orang tuanya. Aku pun dipersilahkan istirahat dan makan siang. Kata orang tuanya, Niera memang sedang tidak ada di rumah. Niera yang ngekos di Jogja, untuk Sabtu dan minggu ini memang tidak pulang ke rumahnya di Kebumen. Niera sedang mengunjungi sepupunya yang sedang sakit di Magelang.

Setelah berbasa basi, Ayah Niera pun mempersilahkan diriku untuk menginap di rumahnya untuk beberapa waktu. Aku pun mengiyakan permintaan orang tuanya Niera, maklum sebenarnya aku ingin sekali melihat bagaimanakah keluarganya sehari-hari. Sekalian liburan lah, kata ku dalam hati.

Keesokan harinya setelah solat subuh berjamaah di Masjid, Aku pun diminta ayahnya Niera untuk membantunya di ladang. Ladang seluas 3 Hektar tidak jauh dari rumahnya, memang merupakan salah satu andalan penghasilan keluarga. Mulai dari jagung, kentang, ubi, singkong dan tanaman palawija lainnya yang ditanam di ladang tersebut. Aku pun diajari oleh ayahnya Niera bagaimana cara mencangkul yang benar, bagaimana cara memetik daun singkong agar umbinya tidak pahit, dan bagaimana menakar obat hama agar tidak berlebihan.

Beberapa menit sebelum adzan Zuhur berkumandang, Aku pun telah selesai membantu ayahnya Niera di Ladang. Setelah pulang, dan istirahat sebenar, Ibunya Niera pun memintaku untuk membantu mengambilkan barang belanjaannya yang tertinggal di toko deket pasar. Aku pun mengiyakan, nanti akan ku ambilkan setelah sholat zuhur bu,”jawabku sambil melihat jam dinding di ruang tamu sudah menunjukkan pukul 12 tepat.

Setelah memenuhi permintaan ibunya Niera, dan tidur siang, akhirnya aku pun berjalan jalan di sekitar rumah itu. Ternyata aku bertemu dengan Pamannya Niera yang merupakan seorang peternak kambing dan sapi. Aku pun diminta untuk membantunya mengembalakan kambing dan sapi nya tersebut. Tak lupa sambil mengembala, aku pun mengambil rumput dan daun-daun segar dari pohon di sekitar ladang.

Malam menjelang, keluarga itu kedatangan seorang tamu. Ternyata tamu itu pun hendak melamar Niera. Pemuda itu adalah anak seorang pejabat sekaligus ulama di Prembun. Pemuda itu sendiri adalah seorang lulusan dari universitas di Singapura dan menjadi pengusaha salah satu pabrik makanan ringan di Prembun. Setelah berkenalan denganya, Aku pun merasa minder, aku merasa kelas ku sangat jauh jika dibandingkan dengan pemuda itu. Aku hanya seorang pegawai negeri sipil, gajiku tidak seberapa dibandingkan dengan dirinya.

Ketika malam tiba, aku samar-samar mendengar dari kamarku bahwa orang tuanya Niera lebih memlilih pemuda tersebut dibandingkan dengan diriku. Ngilu hatiku, aku sungguh sangat down mendengar mereka berkata-kata seperti itu. Akhirnya, sebelum tidur aku pun salat witir 3 rakaat. Habis sholat, aku berdoa kepada Allah semoga Engkau Zat yang Maha berkehendak, mau memilihkan untuk ku seseorang yang Engkau Cintai dan yang nantinya mau mencintaiku karena mencintaimu. Mengenai siapa orangnya, aku serahkan kepadamu Ya Rabb, hanya Engkaulah yang Maha mengetahui segala yang ghaib.

Keesokan paginya aku pun pulang, dan pamit kepada kedua orang tuanya Niera. Ku katakan pada mereka bahwa aku hendak berkunjung kepada keluarga almarhum kakekku sebelum aku balik ke Jogja. Tak lupa aku titipkan sebuah surat untuk Niera kepada mereka.

Niera, mungkin hanya surat ini yang dapat aku sampaikan kepadamu, dan setelah ini, aku serahkan semua urusanku kepada Allah. Aku tak tau harus berkata apa, tapi mungkin hanya doa ini yang bisa aku panjatkan untukmu.

Ya Allah...
Aku berdoa untuk seorang yang mungkin akan menjadi bagian dari hidupku...
Seseorang yang sungguh mencintai-Mu, lebih dari segala sesuatu...
Seseorang yang tahu bagi siapa dan untuk apa ia hidup, shingga hidupnya tidaklah sia sia...
Seseorang yang tidak hanya mengasihiku, tapi juga menghormatiku sebagai pemimpin bagi dirinya dan keluarga...

Ya Allah...
Aku tidak meminta seseorang yang sempurna,
Namun aku ingin mendampinginya sehingga ia menjadi seseorang yang dekat di mata-Mu.
Seseorang yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seseorang yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya serta...
Membutuhkan senyumnku untuk mengatasi kesedihannya...

Aku ingin ia menjadi istriku,
seseorang yg bisa menyayangi diriku dan anak-anak ku kelak...
Seseorang yang bisa menyemangatiku....dan menegurku apabila diriku bersalah atau berbuat khilaf...
aku tidak tau siapakah jodohku dan begitu pula ia...tp aq ingin ia menjadi istriku, entah dirinya..

--**--

1 bulan setelah aku berkunjung ke rumahnya orang tuanya Niera. Ada 1 SMS dari no yang tak aku kenal,” maaf mas, aku sudah memantapkan pilihan. Setelah solat istikharoh hampir 2 minggu ini, aku mantap menolak lamaranmu. Salam... dari Niera Putri...

Hati ku seperti pedih sekali setelah membaca sms darinya. Tapi aku berbaik sangka kepada Allah, mungkin Allah akan pilihkan seseorang yang lain, yang akan mendampingi diriku lebih baik darinya. Aku pun kemudian solat duha di mushalla kantor, dan mematikan hp ku.

Malam menjelang, aku hidupkan kembali hp ku yang lupa aku hidupkan tadi di kantor, ternyata ada 1 sms lagi yang belum aku baca dari Niera. “mas, aku menolak lamaranmu, bukan karena aku tak mau menikah denganmu. Tapi sebenarnya aku lah yang sebenarnya ingin melamarmu, seperti Khadijah melamar kepada Muhammad....Aku tunggu balasan sms mu, jika engkau sudah mantap dan yakin, aku ingin keluargaku dan keluargamu bisa segera mungkin mengatur kapan dan dimana akad nikah kita. Salam...Niera Putri.

Kamis, 24 Juni 2010

Pemberian yang baik mendatangkan hasil yang baik...

Aku lahir dari keluarga miskin. Ayahku adalah seorang supir mikrolet jurusan Way Halim-Tanjungkarang, Lampung. Penghasilannya memang tidaklah menentu. Kadang kalau rejeki ayah sedang banyak, sehari penghasilan bersih nya bisa sampe 30 ribu, tapi kalau rejekinya sedang seret kadang ia tidak bisa membawa uang sepeserpun. Bahkan beberapa hari ini ayah sering “menombok”. Maklum akhir-akhir ini penumpang sangatlah kurang. Walhasil apa yang ayah dapatkan dari uang bayaran penumpang, sangat kurang dari uang yang harus ia setorkan ke boz yang punya mikrolet.

Untuk membantu menambah penghasilan keluarga, ibu membuka warung di depan rumah. Warung kami memang tidak lah besar, hanya barang keperluan sehari-hari yang kami jual. Untungnya pun tidak seberapa. Kalau dihitung secara kasar, paling sebulan hanya dapat untung sekitar 200 ribu rupiah.

Aku sendiri adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Aku kelas 1 SMP, sedangkan adik ku yang kembar, si Ratih dan si Rini kelas 5 SD. Mengingat kami adalah keluarga miskin, seluruh biaya sekolah kami ditanggung oleh pemerintah alias gratis. Kami hanya membayar untuk membeli buku-buku pelajaran dan alat-alat tulis. Kalau untuk seragam sekolah, kebetulan sekolah kami menggratiskan bagi siswa atau siswi yang orang tuanya tidak mampu.

Suatu ketika datanglah seorang peminta-minta. Ibu itu terlihat letih sekali sambil mengendong anaknya yang kira-kira berumuran 2 tahun, sedangkan tangan kirinya sedang menggandeng kakaknya yang seumuran dengan adikku. Aku sebenarnya ingin sekali memberikan uang jajanku untuk mereka, tapi hati kecilku menolaknya. Maklum, mungkin tidak seminggu sekali orang tuaku memberikan uang jajan untuk ku. Selembar uang seribu rupiah ini pun aku terima dari ayahku, sebagai upah dari membantunya menjadi kernet mikrolet. Meskipun dikasih uang jajan, aku pun tidak pernah menggunakannya untuk membelikan makanan seperti anak-anak lain. Biasanya uangnya itu aku tabung untuk aku belikan baju baru buat hari raya.

Ibu peminta-minta itu pun berkata, “ Nak, sudah seharian ini kami belum makan. Lihat adik kecil ini, sudah sebulan ini ia tidak menyusu karna kami belum mempunyai uang yang cukup. Lihat juga kakakknya, sudah seminggu ini ia berpuasa, karna di rumah memang tidak banyak nasi yang bisa dimakan. Tolonglah nak, semoga Allah memberi kebaikan kepadamu?

Akhirnya, ibu ku pun datang dan menemui mereka. Ia membawa satu piring nasi lengkap dengan sayur dan 2 buah tempe. Ibu ku pun berkata,”maaf bu, yang saya punya hanya ini, biasanya yang kami makan hanyalah ini. Andaikan Allah menakdirkan kami hari ini makan telur atau ayam, insya Allah, ibu pun akan kami berikan hal yang sama. Ibu saya pun mempersilahkan mereka masuk dan tak lupa memberikan mereka air minum.

Ibu peminta-minta itu pun tanpa sungkan-sungkan lagi menyuapi kedua anaknya. Anaknya yang paling tua pun berkata,” bu, ibu tak makan, mari makan sama-sama bu”. Kata anaknya itu sambil mengunyah suapan nasi dari ibunya. Ibu pengemis itu pun berkata,” sudah nak, kau saja, ibu belum lapar, biarlah nanti, kalau kita dapat rejeki lagi dari Allah, insya Allah ibu pasti akan makan”.

Selesai makan, ibu pengemis itu pun pamit, dan berdoa,”semoga Allah memberi rejeki yang lebih barokah dari ini, dan semoga Allah memberikan rahmat dan kebahagiaan kepada keluarga ini. Ya Allah rahmatilah keluarga ini, lindungilah keluarga ini, dan bahagiakanlah mereka.

Aku pun tergerak untuk memberikan selembar ribuan satu-satunya ini untuk mereka. Dalam hatiku, sesungguhnya harta yang menjadi teman dan penolong ku di alam kubur dan akhirat nanti, bukanlah selembar ribuan yang aku simpan di celengan nanti, tapi mungkin insya allah selembar ribuan ini yang aku ikhlaskan untuk mereka.

Tak terasa waktu cepat berlalu, malam pun menjelang. Ibu menjadi khawatir mengapa ayah sampai saat ini belumlah pulang. Maklum, kami tak mempunyai telepon apalagi handphone yang bisa kami jadikan alat komunikasi. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan ibu masih menunggui ayah dengan khawatir. Ibu takut kalau ayah mendapat bala atau kecelakaan di jalan.
Aku pun menyuruh Ibu tidur. Maklum ibu dari pagi hingga malam ini belumlah istirahat. Ada saja pekerjaan beliau yang membuatnya tak pernah merasakan tidur siang atau berleye-leye.

Tak terasa, sambil membaca terjemahan Al Qur’an, ku lihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kudengar pintu depan rumahku ada yang mengetok. Alhamdulillah, setelah kulihat, ternyata ayahku sudah pulang. Tidak ada luka atau cacat sedikitpun pada seluruh tubuhnya. Bahkan wajahnya pun tampak ceria, senyum memancar dari wajahnya yang merona.

Mana ibu nak??”, Mana Ibuu...? kata ayahku. Ayahku berkata,” alhamdulillah buk, tadi ayah dapat carteran dari salah seorang penumpang. Bayarannya lumayan besar. Ini ayah juga dapat oleh-oleh dari dia. Ayah juga dapat tawaran untuk menjadi supir untuk pamannya, seorang pemilik pabrik dan perusahaan jamu terbesar di daerah ini. Katanya gajinya cukup pantas, 750 ribu, bu perbulannya, sedangkan nanti ayah bakal dikasih uang makan 15 ribu setiap harinya....

Alhamdulillah, aku pun menangis dan sujud syukur. Aku jadi teringat akan kejadian tadi siang dengan pengemis itu. Aku pun teringat akan hadis rasulullah,” Rasulullah bersabda diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “ Orang yang belas kasihan akan dikasihi Arrahman (Yang Maha Pengasih), karena itu kasih sayangilah yang di muka bumi, niscaya kamu dikasih-sayangi mereka yang di langit.

Dan hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, Rasulullah bersabda “Kemurahan hati adalah dari (harta) kemurahan hati dan pemberian Allah. Bermurah hatilah niscaya Allah bermurah hati kepadamu.

Senin, 21 Juni 2010

berawal dari hati

Subuh kali ini sungguh sangat berbeda degan subuh satu tahun yang lalu. Dulu, ketika ku bangun, kulihat istriku tampak cantik, sedang tertidur pulas di sampingku. Ku kecup keningnya dan kukatakan aku cinta padanya. Setelah itu, aku pun beranjak ke toilet, menggosok gigi dan berwudhu, dan pamitan kepadanya klo aku akan solat subuh berjamaah di masjid.

Tapi hari ini sangat jauh berbeda. Sebulan semenjak Istriku meninggal akibat kecelakaan tragis itu, rumah ini tampak sepi. Di sini diriku hanya sendiri. Ku teringat bagaimana kami terbiasa tilawah bersama. Aku yang membaca Al Quran, sedangkan ia yang membaca terjemahannya. Tak terasa air mataku berlinang, mengingat saat-saat kami masih bersama. Dalam hati, aku pun berdoa semoga Engkau Ya Allah mau mengampuni segala kesalahannya dan menerimanya sebagai hambamu yang mukhlis.

Selesai membaca Al Quran, aku pun beranjak ke halaman belakang rumah. Ku sirami bunga dan tanaman-tanaman yang biasanya istriku menyiramnya setiap hari. Tak lupa ku bersihkan rumput-rumput liar dan daun-daun yang menguning dan sudah berguguran di tanah. Aku pun berdoa, Ya Rabb kami yang Maha Pengasih, pertemukanlah kami dengan keluarga kami dalam keadaan bahagia di surga. Agar kami bisa berkumpul kembali dan melihat banyak ciptaan-Mu yang sangat indah di sana.

Setelah semua tanaman kusirami, ku lihat jam dinding di dapur masih menunjukkan pukul setengah enam pagi, aku pun menyiapkan pakaian training ku untuk pergi ke pasar sekaligus joging pagi. Maklum jarak dari rumah kami ke pasar memang tidak begitu jauh, tapi cukup lumayan untuk joging di waktu pagi, kira-kira 15 menit kalau kita kesana dengan berlari-lari kecil. Sesampai di pasar, ku beli sayur-sayuran segar, buah-buahan, 1 kg telur, dan tempe. Tak lupa ku beli ikan lele, daun bawang, ½ kg terigu, dan berbagai macam bumbu dapur.

Sampai di rumah, aku pun memanaskan motorku. Aku masukkan semua belanjaan yang sudah kubeli tadi di kulkas. Aku jadi teringat dengan istriku dulu. Biasanya dia lah yang menyiapkan semua masakan di rumah. Sedangkan bagianku adalah membuat juz buah-buahan segar dari pasar. Aku pun bersegera memasak tempe dan telur dadar, tak lupa sayur sop agar makanan lebih nikmat dan berkuah. Semuanya ini memang tidak terlalu sulit bagiku untuk membuatnya. Dulu aku sering melihat istriku yang cantik itu memasak. Aku pun sering memerhatikan bagaimana dirinya membuat bumbu untuk sayur sop, dan bagaimana membuat telur dadar yang enak.

Meskipun makanan buatanku tak seenak seperti buatan istriku, tapi aku cukup puas untuk membuatnya. Aku pikir selain lebih hemat, ternyata makanan yang kita buat sendiri ini bisa lebih sehat dan bisa membuat diri semakin bersemangat.

Setelah makan, mandi dan berpakaian yang rapi, akupun bersegera memanaskan motorku. Jam dinding di ruang keluarga kami, sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi lewat sepuluh menit. Aku pun kembali teringat dengan istriku, biasanya dirinyalah yang sering terlambat untuk berkerja. Sudah kumaklumi, perempuan lebih suka bersolek dibandingkan dengan laki-laki. Akupun sering menggodanya agar lebih cepat berdandan. Ku katakan padanya, istriku ini sudah cantik, jadi tak perlu memakai make up yang tebal, yang penting kan kamu terlihat cantik dimataku, tidak masalah apa kata orang lain. Ia pun menjawab, “kalau istrimu dikatain orang, “kucel”, nanti dirimu sendiri lho mas yang malu. Nanti kata orang, kamu gak bisa membelikan ku bedak buat berdandan. Aku sih ketawa saja. Tapi aku nasehati dia agar jangan memakai minyak wangi, Allah dan para malaikat akan melaknat para wanita yang keluar dari rumahnya dengan memakai minyak wangi. Yang penting berdandan ala kadarnya saja dan tidak berlebihan. Aku pun bersegera mengunci pintu rumah. Maklum kantor tempat ku bekerja sudah menggunakan “Finger Print” sehingga telah satu menit saja, dapat mengurangi gaji dan tunjangan ku nanti.

Aku pun membaca bismillah dan memacu motorku di kecepatan 40 Km/Jam. Ditengah perjalanan, entah kenapa kepala ku sedikit pusing, dan mataku agak berkunang kunang. Hujan pun tiba-tiba turun dengan derasnya. Aku pun mempercepat laju motorku hingga di kisaran 70 Km/Jam. Aku pun mendahului truk yang tepat berada di depanku. Namun naas, saat menyalip, aku tak melihat ada mobil dari arah berlawanan yang melaju kencang. Untung mobil itu segera menyadari dan membanting stir nya ke kanan. Motorku terserempet, dan aku pun terpental hingga ke bahu jalan. Motorku hancur. Stang semuanya patah. Tapi, Alhamdulillah aku masih diselamatkan Allah, meskipun kaki kiri ku patah, dan banyak luka di sekujur tubuhku, tapi aku masih tetap sadar.

Alhamdulillah pula, meskipun pengemudi mobil yang menabrakku entah lari kemana, ada pengemudi mobil lain di belakangku yang masih berkemauan untuk menolong dan membawaku ke rumah sakit. Kulihat seseorang turun sambil membawa payung. Aku pun samar-samar melihatnya dari kejauhan. Wajahnya tampak cantik, dengan jilbab warna ungu yang tampak serasi dengan dirinya. Aku pun kemudian tidak sadarkan diri. Aku pikir diriku sudah meninggal, menyusul istriku yang paling kucintai di sana.

Hampir 4 hari aku tak sadarkan diri di kamar itu. Dan ternyata setelah siuman dan sadar, ternyata aku pun menyadari bahwa diriku berada di rumah sakit. Ku tanyakan kepada suster yang kebetulan sedang memeriksaku. Kemana orang yang menolongku, dan siapakah namanya, aku ingin mengucapkan terima kasih ku kepada dirinya. Suster itu pun menjawab, orang yang menolongmu waktu kecelakaan dulu, “namanya adalah Neira pak. Kebetulan, Ia adalah dokter ahli bedah di rumah sakit ini. Alhamdulillah pak, kemaren, beliau bersama tim nya telah mengoperasi kaki kiri bapak yang patah. Alhamdulillah, kemungkinan besar 3 bulan dari sekarang, setelah bapak melakukan terapi dan berobat rutin, bapak bisa kembali normal. Meskipun beliau adalah dokter muda, tapi sudah beberapa operasi yang sukses ia jalankan.

Air mataku pun tak bisa dibendung. Ku bersyukur kepada Allah, aku masih bisa melihat dunia. Masih bisa bertobat kepada-Nya, dan masih bisa menambah bekal pahala ku untuk bertemu pada-Nya. Akhirnya Dokter Neira pun datang dan menjengukku. Beliau dengan senyum nya yang manis menanyai kabarku dan menyemangatiku agar lebih bersemangat dalam hidup dan mau mengikuti terapi pasca operasi ini.

Beliaupun bertanya, "no contact istri yang ada di HP bapak kok tidak bisa dihubungi? Aku pun menjawab, “istriku sudah tiada bu, sebulan yang lalu akibat kecelakaan”. Dia pun meminta maaf kepadaku, dan menyarankan kepadaku agar lebih banyak bersyukur dan beribadah kepada-Nya. Beliau pun berkata dan mengutip salah satu dari hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, Rasulullah bersabda, “Aku mengagumi seorang mukmin. Bila memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. (Dan) Bila ditimpa musibah dia (pun) memuji Allah dan bersabar.

Aku pun berterimakasih kepadanya. Kagum diriku dengan dokter yang berbudi dan berhati baik sepertinya. Jika saja, ia mau menjadi pengganti istriku, dan mau menikah denganku. Meskipun, hati kecilku pun sangksi, apakah dokter secantik dan sebaik dirinya ini sudah bersuami, atau minimal memiliki calon suami...? Lalu apakah diriku pantas untuk mendapatkannya dan menjadikannya istriku?..

(doakan, semoga Allah memberi kebaikan kepada penulis, untuk menuliskan kisah perjuangan si “Aku” dalam cerpen ini untuk mendapatkan “Dokter niera” dihadapan bapak dan ibunya di Kebumen)...bersambung ke cerpen bagian II...”Berawal dari hati II”

Sabtu, 05 Juni 2010

Hanya sebuah doa dari seorang pemuda...

Seseorang pemuda berdoa kepada Rabbnya...hatinya gusar ketika ia mencintai seorang gadis yang ia tak tau apakah gadis tersebut mencintainya juga...Ia hanya bisa pasrah, malu hatinya untuk menyatakan cinta dan melamar di depan kedua orang tuanya...

Ia pun berdoa...

Ya Allah...
Aku berdoa untuk seorang yang mungkin akan menjadi bagian dari hidupku...
Seseorang yang sungguh mencintai-Mu, lebih dari segala sesuatu...

Seseorang yang tahu bagi siapa dan untuk apa ia hidup, shingga hidupnya tidaklah sia sia...
Seseorang yang tidak hanya mengasihiku, tapi juga menghormatiku sebagai pemimpin bagi dirinya dan keluarga...

Buatlah aku menjadi seseorang yang dapat membuatnya bangga dan bahagia hingga beranak cucu...

Ya Rabb...Berikan aku sebuah hati yang sungguh mencintai-Mu, sehingga aku dapat mencintainya dengan ridha-Mu, bukan mencintainya dengan sekedar cintaku..

Bukakanlah penglihatanku ya Rabb, sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dalam dirinya dan bukan hal buruk saja.

Ya Allah...
Aku tidak meminta seseorang yang sempurna,
Namun aku ingin mendampinginya sehingga ia menjadi seseorang yang dekat di mata-Mu.
Seseorang yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seseorang yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya serta...
Membutuhkan senyumnku untuk mengatasi kesedihannya...

Aku ingin ia menjadi istriku,
seseorang yg bisa menyayangi diriku dan anak2 ku kelak...
Seseorang yang bisa menyemangatiku....dan menegurku apabila diriku bersalah atau berbuat khilaf...

aku tidak tau siapakah jodohku dan begitu pula ia...tp aq ingin ia menjadi istriku, entah dirinya...

Senin, 31 Mei 2010

berawal dari prasangka yang baik...

Hidup Reina tidak sebahagia seperti yang ia pikirkan dahulu. Ketika akad nikah, ia berharap bisa menjalani bahtera rumah tangga bersama dengan suaminya hingga beranak cucu. Punya anak yang soleh dan pintar, memiliki rumah idaman dengan kebun aneka buah yang luas, hingga bisa pergi berhaji bersama dengan keluarganya tercinta. Namun, suaminya telah mendahuluinya setahun yang lalu karena terkena serangan jantung. Hanya dua anaknya yang masih kecil yang menjadi semangatnya untuk hidup dan menempuh lembaran baru.

Selama ini Reina memang hanya berkerja sebagai seorang guru honorer di SD Muhamadiyah 1 Lampung. Gajinya yang hanya sebesar 600 ribu, dan uang pensiunan almarhum suaminya sebesar 800 ribu hanya bisa pas-pasan mencukupi kebutuhan makan dan pendidikan kedua anaknya.

Suatu malam tepat setahun semenjak kepergian suaminya, Reina bermimpi bahwa dirinya melihat suaminya sedang berada di dalam sebuah pengadilan. Dimana ketika itu dirinya sedang berdiri menjawab sebuah pertanyaan dari seseorang yang tidak dikenalnya...Entahlah ia pun tidak bisa melihat orang yang bertanya tersebut dengan jelas, ia pun samar-samar mendengar beberapa pertanyaan yang sangat membingungkan. Reina dalam mimpinya tidak dapat menjawab dengan sebuah kata apapun, ia hanya bisa diam, memandangi wajah suaminya yang tertunduk lesu.

Ketika ia sadar dari mimpinya, ia teringat akan sesuatu yang selama setahun ini hampir ia lupakan. Semasa suaminya masih hidup, sudah terkumpul sejumlah uang yang suaminya niatkan bersama dirinya untuk pergi haji. Jumlahnya memang baru sekitar 50 juta, tidak cukup untuk mereka berdua pergi haji. Meskipun demikian dengan jumlah sebesar itu, sebenarnya sudah cukup untuk menghajikan salah seorang dari mereka.

Banyak saudara yang menyarankan agar uang tersebut didepositokan saja. Dan setiap bulannya ia bisa menikmati uang dari bunga-nya tersebut. Tapi Reina menolaknya secara halus, dalam hatinya ia tetap yakin pada pendirian suaminya, bahwa bunga bank adalah rezeki yang haram, tidak akan membawa berkah buat dirinya dan anak-anaknya. Ada juga saudara yang menyarankannya agar menginvestasikan dalam bentuk reksadana, sehingga akan mendapatkan return atau dividen yang lumayan untuk membantu kebutuhan hidupnya setiap bulan. Sebagian tetangga bahkan menasehatinya agar membuka warung atau kios yang cukup besar di pasar.

Reina tampak bingung, dalam hatinya ia merasa bahwa uang itu adalah uang suaminya yang seharusnya ia jalankan untuk melaksanakan pergi haji. Tapi dalam hati kecilnya ia pun bingung, karena anak-anaknya masih kecil, anaknya yang pertama masih kelas 3 SMP, sedangkan anak yang kedua masih kelas 6 SD. Selain berat hatinya untuk meninggalkan mereka, saat ini kedua anaknya itu sangat membutuhkan dana untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Seragam baru, sepatu baru, uang pembangunan, uang SPP, dan uang pendaftaran sangat membuatnya bimbang untuk melaksanakan pergi haji.

3 Januari 2011, setelah beberapa kali sholat istikharah, dirinya pun mantap untuk melaksanakan haji. Setelah mendaftar 1 bulan sebelumnya, ia menuliskan surat izin kepada sekolah dimana selama ini ia mengajar. Meskipun ia takut ia akan dikeluarkan nantinya karena selama ini ia masih menjadi guru honorer disekolah tersebut, ia hanya bisa pasrah. Baginya apa yang ia lakukan selama ini adalah untuk masa depan dirinya di akhirat nanti. Ia tidak ingin dipertanyakan nanti di akhirat sebagai seorang istri yang tidak berbakti dan tidak menjalankan apa yang telah diwasiatkan suami.

Sebelum keberangkatan, ia serahkan urusan kedua anak-anaknya tersebut kepada adik iparnya. Tak lupa ia titipkan sejumlah uang dan kartu ATM untuk mengambil uang pensiun almarhum suaminya sebesar 800 ribu setiap bulan. Ia berpesan kepada kedua anak-anaknya agar jangan melupakan sholat, dan rajin membaca Al Quran setelah Sholat lima waktu. Doakan ayahmu agar diampuni segala kesalahan-kesalahannya, dan mudah-mudahan Allah menganurahkan surga kepadanya. Dan kepada Ibumu semoga selamat sampe tujuan dan hajinya barakah.

Tak terasa sudah hampir 1 bulan sejak kepergian Riena ke Tanah Suci Mekkah. Adik iparnya yang ternyata jatuh sakit dan masih dalam keadaan kritis dirumah sakit, tidak memungkinkan untuk mengurusi anak-anaknya di rumah. Kedua anak Riena pun hanya bisa makan dua kali sehari, Kartu ATM yang selama ini ia titipkan kepada adik iparnya, ternyata masih tertinggal di rumah adik iparnya, lupa adik iparnya berikan.

Malam menjelang, kumandang takbir akbar bersahutan menjelang hari raya kurban yang sangat diidamkan. Kedua anak itu memang tak se-ceria anak-anak kebanyakan. Mereka hanya bisa menangis teringat dengan ayahnya yang telah tiada, teringat akan kenangan mereka di masa lalu, dimana mereka akan mendapatkan baju koko baru sebelum sholat id di lapangan. Mereka juga teringat akan ibunya yang kini berada di mekkah, biasanya ibunya lah yang selalu menceritakan kepada mereka cerita para nabi dan orang-orang sholeh.

Ketika kedua anak itu sedang asik tilawah mendoakan ayah dan ibunya, keluarga dari ayahnya yang berada di Jawa Tengah datang. Mereka membawa oleh-oleh dan baju-baju bagus untuk kedua anak itu. Betapa senang kedua anak itu, air di kedua matanya kembali berlinang, mengingat bagaimana ketika dulu, keluarga mereka biasa berkumpul bersama ayah dan ibunya. Mereka kini tak lagi khawatir dan kesepian, karena selama 1 bulan kedepan mereka akan berlibur di rumahnya.

Hari yang dinanti tiba, tak terasa, Reina, ibu dari kedua anak itu telah tiba di rumah yang penuh berkah itu. Wajahnya tampak bahagia, melihat kedua anaknya dalam kondisi sehat. Kangen yang tiada tertahan, melinangkan air mutiara cinta dari kedua matanya. Di saat yang sama, datanglah sahabat Riena, teman satu pengajar di sekolah dimana ia mengajar, yang mengatakan bahwa dirinya kini telah diangkat menjadi guru tetap di SD swasta tersebut. Betapa anugrah yang Allah berikan tiada terkira. Dengan gajinya yang kini sudah sebesar 2 Juta Rupiah setiap bulannya, ia yakin bisa menyekolahkan kedua anaknya hingga bangku kuliah. Ia juga masih menyimpan sisa uang dari ia pergi haji sebesar 10 juta yang bisa ia investasikan di usaha catering milik keluarga suaminya yang dari jawa tengah tersebut. Dirinya berharap semoga Allah selalu memberikan pertolongan kepada dirinya dan kedua anaknya kelak.

Dan ingatlah... :

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami.


Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami...... (QS. Al Baqarah:286).

Selasa, 18 Mei 2010

Pempek isi Jamur saos Cinta

Sakti, seorang pemuda berusia 21 tahun. Meskipun orang2 banyak memanggilnya sebagai pemuda yang cerdas, Sakti hanya bisa menamatkan sekolahnya hingga SMA saja. Baginya mengenyam bangku kuliah adalah hal yang sangat mustahil ia lakukan. Ayahnya yang sudah tiada dan ibunya yang hanya seorang buruh cuci rumah tangga tidak memungkinkan baginya untuk membayar uang masuk dan biaya semester kuliah. Apalagi 2 adiknya yg masih bersekolah, Bayu dan Bakti, memang sangat membutuhkan biaya yang tidak bisa dibilang kecil.


Sakti sedari kecil memang memiliki cita-cita menjadi seorang akuntan. Tapi setelah ayahnya meninggal, ini kini tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya berharap agar hidupnya bahagia, dan kedua adiknya bisa terlelap tidur di malam hari karena perutnya sudah terisi.


Jika pemuda-pemuda di sekitarnya sudah banyak yg menyandang gelar sarjana ekonomi, sarjana pendidikan, bahkan sarjana elektro dan kedokteran umum, dirinya hanyalah terkenal menjadi seorang pedagang pempek keliling saja. Modal untuk membuat pempek juga ia dapatkan dari hasil pinjaman Romo kyai Ageng. Romo kyai yang merupakan teman dekat ayahnya itu sangat mengasihani keluarga itu. Dulunya, Romo Kyai sempat berhutang budi kepada ayahnya Sakti. Biaya berobat kedua anaknya yang mengalami kecelakaan itu semuanya ditangguh oleh ayahnya.


Sejalan bergantinya tahun, keuletan Sakti dalam membuat pempek telah terdengar hingga ke seluruh kecamatan. Ibu-ibu di daerahnya banyak yang memesan pempek buatannya itu untuk jamuan pelengkap pesta pernikahan anaknya. Memang tidak mudah bagi Sakti untuk mencari ramuan atau metode yg pas dalam membuat pempek.


Dulunya ia hanya asal-asalan saja dalam membuat pempek. Toh ia pikir, pempeknya ini ia tujukan buat anak-anak sekolahan yg lapar di waktu istirahat atau pulang sekolah. Bahan pempeknya pun hanya dibuat dari sagu, tanpa ada ikannya sama sekali. Maklum harga pempek ikan dipasaran seharga 2000 rupiah sebuah itu, harus ia turunkan menjadi 500 rupiah agar pas dengan kantong anak-anak sekolah.


Namun sekarang sudah jauh berbeda, meskipun pempek buatannya tidaklah murah, tapi pempek buatannya sangatlah enak dan mantap, sebanding dengan harganya yang berkisar dari seribu lima ratus hingga dua ribu rupiah. Metode pembuatan pempeknya, memang diperolehnya dari Bibi Aida, tetangganya yang asli keturunan Palembang. Dulu waktu ayahnya Sakti masih hidup, beliau sering memesan pempek dari Bibi Aida. Maklum pempek buatan Bibi Aida terkenal enak dan lumayan murah.


Bibi Aida tidaklah pernah merasa rugi apabila ada orang yg minta diajari cara membuat pempek. Bagi Bibi Aida, pempek adalah salah satu budaya Indonesia yang harus dilestarikan, apalagi setiap tangan menurutnya memiliki keunikan sendiri dalam membuat citarasa pempek. Sehingga rasa pempek menjadi berbeda-beda. Intinya walaupun bahannya dan metodenya sama, namun bisa jadi hasil pempeknya berbeda. Katanya, cita rasa pempek banyak bergantung dengan tangan orang yg membuatnya.


Seiring berjalannya waktu, dan jam terbang Sakti dalam meracik dan memperbaiki cita rasa pempek buatannya, ia kini sudah bisa membuat kreasinya sendiri dalam membuat pempek. Kalau di pasaran bentuk pempek yang sering ditemui adalah berbentuk lonjong, bulet, atau gepeng, maka bentuk pempek buatan Sakti lebih unik. Bulatan seperti hati yang melambangkan cinta ini ia kreasikan sendiri untuk mengenalkan kepada setiap pembeli, bahwa pempek tersebut adalah buatannya sendiri. Ia pun tak lupa mempromosikan bahwa pempek buatannya itu bebas dari pengawet, pemutih, pelembut dan pengenyal yang sering dipakai oleh para pembuat pempek kebanyakan. Aneka rasa dan isi pun ia buat, ada yang isinya jamur, ada pula yang isinya bakso.


Kebanyakan masyarakat menyebut pempek buatannya dengan nama pempek Cinta. Mungkin sedikit mirip dengan bakso cinta karya khairul azzam di novelnya KCB. Tapi, pempek ini tidak lain adalah sebuah pempek yang melambangkan perasaan cintanya kepada keluarganya. Sebuah lambang cinta kepada Rabb yang menggambarkan bahwa dirinya ikhlas dan ridho dengan keadaannya sekarang yang yatim.


Bagi Sakti, apapun yang ia kerjakan dan ia lakukan semata-mata adalah dalam rangka mencari pahala kepada Allah. Baginya kerja apa saja yang halal, semuanya akan mendatangkan ketentraman hati dan keberkahan buat dirinya dan keluarga.


Sudah 10 tahun berlalu, adiknya yang pertama, Bayu telah lulus kuliah D3 di STAN. Sedangkan adiknya yang kedua, Bakti telah menginjak semester ke-5 jurusan Akuntansi di UGM. Semuanya itu bukan tidak lain adalah berkat kegigihan Sakti sebagai tukang pempek yang handal. Kios dan franchise pempek jamur buatannya kini telah tersebar hingga 10 tempat. Kalau dulu orang memakan pempek dengan menggunakan cuka, tapi di kios franchisenya, orang banyak telah familiar memakan pempek dengan menggunakan saus jamur kreasinya sendiri. Selain rasanya enak, pempek jamur buatanya lebih hiegienis dan lebih gurih.


Tak terasa, sejalan bisnis pempek jamurnya yang sudah merebak di daerah-daerah, usia Sakti pun semakin bertambah tua. Selama ini, azzam dalam hatinya untuk beristri belum lah ada. Sejak meninggalnya almarhum ayahnya, Sakti tidak pernah terlintas hatinya untuk mencintai seseorang gadis, apalagi memiliki istri.


Di usianya yang menginjak 32 tahun ini, banyak para pelanggan yang menanyakan mengapa ia tidak segera mencari seorang istri untuk berbagi suka dan duka dengan dirinya. Sakti hanya bisa tersenyum menjawabnya. Ia berkata, jika sudah saatnya nanti, mudah-mudahan Allah akan memberinya pendamping yang baik dan soleha.


Sudah banyak calon sebenarnya yang diperkenalkan kepada dirinya. Mulai dari Sri Retno Wati, anaknya Romo kiyai Ageng yang dahulu pernah meminjamkan modal untuk berdagang pempek. Anaknya cantik, lulusan S2 Mesir pula. Atau Putri Anggela, anaknya Bibi Aida yang pernah mengajarkan cara membuat pempek kepadanya, bukan lulusan S2, tapi seorang perawat sebuah rumah sakit di daerahnya. Tapi entah mengapa, semua calon itu terasa berat oleh Sakti. Ia pikir dirinya yang hanya lulusan SMA, dan berusia 32 tahun itu apakah pantas mendapatkan istri gadis muda lulusan S2 atau S1 keperawatan.


Untuk menjawab kegundahan hatinya, Sakti pun kemudian solat istikharoh dan banyak berdoa diwaktu solat malam. Doa-doanya pun lain dari biasanya. Kalau dulu sebelum sukses berdagang pempek, ia banyak berdoa kepada Rabbnya agar dagangnya laku atau memiliki banyak pelanggan, sekarang doanya itu lebih penting dan terkhusus untuk dirinya sendiri. Ia ingin cepat mendapatkan pendamping, tentu doa agar dirinya juga mendapatkan istri yang baik dan solehah.


Sambil berdoa, atas saran kedua adiknya, Sakti berkonsultasi kepada ustadz Zulkarnaen, ustadz yang ia percayai mampu mengenalkan calon pendamping yang baik buat dirinya. Adik-adiknya Sakti dan saudara-saudaranya pun ikut membantu mencarikan istri buat kakakknya.


Kemudian atas nasehat dari Bayu, adiknya Sakti. Dipilihlah seorang gadis, berumur 27 tahun. Namanya adalah Pandanwati, seniornya Bayu di STAN yang kini bekerja di Direktorat Jendral Pajak. Memang tak ada yang istimewa dari drinya. Mukanya tidak lah cantik seperti Desi Ratnasari atau Dian Nitami. Tapi karakternya sama seperti Siti Khadijah, orangnya lembut, jilbabnya pun besar tidak seperti jilbab-jilbab gaul yang muda mudi pakai pada zaman ini. Ia pun pandai memasak, dan pandai menjaga hati suaminya.


Akhirnya atas dorongan kedua adiknya, Sakti pun melamar Pandanwati. Ia yakin penilaian adiknya itu tidak akan jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Akhirnya pada Bulan Juni, 2 bulan setelah melakukan pendekatan kepada keluarganya Pandanwati di Purwokerto, Ia pun menikah dengan dengannya.


2 tahun sudah pernikahan mereka, sebuah bayi mungil bukti cinta mereka telah lahir. Pandanwati pun semakin kelihatan cantik sekarang. Mukanya merona, menggambarkan kebahagian yang sulit untuk dijelaskan. Kebahagiaan karena mendapatkan suaminya yang soleh, sangat pengertian dan penyayang. Atau bisa jadi karena mempunyai keluarga yang harmonis, tidak ada pertengkaran di dalamnya, dan tentunya mendapatkan bayi mungil yang sangat imut dan lucu.